Kenapa Orang Suka Makan Nasi, Roti, dan Mi? Rahasianya Ada di Nenek Moyang
Banyak orang Indonesia mengalami kesulitan saat mencoba mengurangi asupan karbohidrat, seperti nasi dan tepung-tepungan. Begitu pula dengan orang di negara-negara lain yang sulit memangkas porsi makan mi dan roti.
Penelitian terbaru yang dipimpin oleh State University of New York at Buffalo dan Jackson Laboratory mengungkapkan bahwa ada alasan genetik di balik kecintaan kita terhadap karbohidrat. Akarnya ada di nenek moyang.
Baca juga: Benarkah Makanan Fermentasi Memicu Pertumbuhan Otak? Ini FaktanyaBaca juga: Abris Sous Roche, Salah Satu Kebudayaan Purba di Zaman MesolitikumGen Karbo Nenek MoyangSebuah studi yang diterbitkan dalam Science pada 17 Oktober 2024 menunjukkan bahwa gen yang membantu kita mencerna pati, dikenal sebagai gen Amilase Saliva (AMY1), pertama kali terduplikasi lebih dari 800.000 tahun yang lalu.
"Semakin banyak gen amilase yang Anda miliki maka akan semakin banyak amilase yang dapat Anda hasilkan dan banyak pati yang dapat Anda cerna secara efektif," kata Omer Gokcumen PhD, salah satu penulis studi, dikutip dari laman kampus.
Amilase adalah enzim yang berperan penting dalam memecah pati menjadi glukosa, memberi rasa pada roti serta makanan bertepung lainnya. Dengan menggunakan pemetaan genom optical yang canggih, peneliti menemukan bahwa manusia purba pemburu-pengumpul sudah memiliki banyak salinan gen Amilase Saliva (AMY1). Bahkan orang Neanderthal dan Denisovan juga memiliki variasi yang serupa.
Duplikasi Gen Amilase Saliva di Zaman Pra-PertanianTim peneliti menemukan bahwa manusia purba sudah memiliki rata-rata empat hingga delapan salinan Amilase Saliva (AMY1) per sel diploid. Hal ini menunjukkan bahwa adaptasi terhadap makanan bertepung sudah dimulai sebelum budaya pertanian muncul.
"Hal ini menunjukkan bahwa gen Amilase Saliva (AMY1) mungkin pertama kali terduplikasi lebih dari 800.000 tahun yang lalu. Jauh sebelum manusia terpisah dari Neanderthal, dan jauh dari perkiraan awal (secara umum), kata Kwondo Kim, salah satu penulis utama dari Lee Lab, Jackson Laboratory.
Variasi Genetik yang Mempengaruhi Pola MakanDuplikasi awal AMY1 menciptakan variasi genetik yang signifikan. Hal ini memungkinkan manusia dari zaman prasejarah hingga hari ini untuk beradaptasi dengan perubahan pola makan, terutama dengan meningkatnya konsumsi pati.
"Setelah duplikasi awal, lokus amilase menjadi tidak stabil dan mulai menciptakan variasi baru," kataCharikleia Karageorgiou, salah satu penulis penelitian.
Hasil studi juga menunjukkan bahwa petani Eropa mengalami peningkatan jumlah salinan AMY1 dalam 4.000 tahun terakhir, seiring dengan pola makan yang kaya akan pati.
"Individu dengan jumlah salinan AMY1 yang lebih tinggi kemungkinan mencerna pati dengan lebih efisien dan memiliki lebih banyak keturunan," ungkap Gokcumen.
Hal ini menandakan bahwa keturunan manusia tersebut memiliki peluang lebih baik untuk bertahan hidup.
Pengaruh Pertanian pada Amilase Saliva (AMY1)Menariknya, hewan peliharaan yang hidup perdampingan dengan manusia, seperti anjing dan babi juga memiliki banyak salinan gen amilase dibandingkan dengan hewan lain yang tidak mengonsumsi makanan yang kaya akan pati. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi manusia dengan hewan peliharaan turut berperan penting dalam evolusi Amilase Saliva (AMY1).
Sebuah studi dari Universitas California (UC) Berkeley dalam jurnal Nature sebelumnya menunjukkan bahwa manusia di Eropa meningkatkan jumlah salinan Amilase Saliva (AMY1) dari empat menjadi tujuh selama 12.000 terakhir.
"Variasi jumlah salinan Amilase Saliva (AMY1) ini menawarkan peluang untuk mengeksplorasi dampaknya pada kesehatan metabolisme dan cara kita mencerna pati," kata Feyza Yilmaz, ilmuwan komputasi dari Jackson Laboratory.
Dari penelitian ini terlihat bahwa hubungan kita dengan karbohidrat sangat mendalam dan berakar dari sejarah evolusi. Hewan peliharaan pun turut terdampak.
Gen Amilase Saliva (AMY1) tidak hanya membantu manusia purba dalam mencerna makanan bertepung, tetapi juga memberi keuntungan dalam beradaptasi dengan perubahan pola makan. Hal ini menunjukkan bahwa kecintaan kita terhadap karbohidrat mungkin merupakan warisan yang sudah ada sejak lama.
Video: Menyantap Makanan Sunda hingga Bibir Jadi Dower!Sebelumnya:Tidak ada lagi Selanjutnya:BKN Imbau Peserta CPNS Siapkan Dana Darurat Jika Lolos, Apa Alasannya?